IBU, KEBEBASAN DAN CINT(A)
Oleh
Uzlifatur Rohmah
122074213 / PA 2012
UNIVERSITAS NEGERI
SURABAYA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
2013
IBU,
KEBEBASAN DAN CINT(A)
A.
Pengantar
Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar
atau landasan yang digunakan oleh seseorang sewaktu mengapresiasi karya sastra
dapat bermacam-macam. Keanekaragaman pendekatan yang digunakan itu dalam hal
ini lebih banyak ditentukan oleh tujuan dan apa yang akan diapresiasi lewat
teks sastra yang dibacanya, kelangsungan apresiasi itu terproses oleh kegiatan
bagaimana, dan landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi.
Membaca novel Cerita Cinta
Enrico, seperti melihat sisis lain dari karya Ayu Utami yang pernah ada
sebelumnya,yaitu Bilangan Fu, Saman, maupun Larung. Isi novel ini lebih mudah
dipahami, berkisah tentang kehidupan nyata Prastya Riska yang akarab dipanggil
Enrico anak seorang tentara berdarah Jawa yang bertugas di Padang. Enrico lahir
pada masa pergolakan antara Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
dan Pemerintah RI yang berkuasa saat itu. Saat umurnya baru beberapa hari,
Enrico beserta Ibu, Sanda kakaknya dan seorang pengasuhnya dibawa ke hutan untuk
bergerilya bersama ayahnya. Pada bagian lain, diceritakan juga tentang sosok
Enrico yang melawan Rezim Soeharto sampai sosok Enrico mengalami masa
kedewasaan yang sempurna.
Tapi, terlepas di balik sejarah yang
terkesan melatar belakangi cerita, menurut saya ide utama cerita ini adalah
bertemakan cinta. Tergambar jelas bagaimana Enrico begitu mencintai ibunya
bahkan menyebutnya sebagai kekasih, ayahnya dan beberapa perempuan yang singgah
dikehidupan serta mencintai kebebasan.
Dalam rentang masa kehidupannya,
Enrico mempunyai kecendenrungan yang amat kuat untuk mencintai ibunya. Sosok
ibu bagi Enrico begitukuat dalam membangun kepribadiannya. Semenjak kecil
Enrico mengalami kejadian yang begitu mengesankan dan memorable yang dialaminya
bersama ibunya. Tetapi, Enrico kehilangan sosok ibunya semenjak Sanda
meninggal. Semenjak itu di alam bawah sadarnya, Enrico menginginkan kasih
sayang dari ibunya seperti masa kecil sebelum ibunya berubah. Dan menginginkan
pengakuan bahwa dia adalah anak yang baik.
Kondisi Enrico perjalanan hidup
Enrico yang menarik tersebut ditunjukkan dalam tiga peristiwa penting yang
mempunyai andil dalam pembentukan kondisi psikologisnya. Hal ini diperkuat oleh
penjelasan yang disampaikan oleh Freud bahwa proses penciptaan seni sebagai
akibat tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar yang kemudian
dituangkan kedalam bentuk penciptaan karya seni. Teori pendekatan psikologis
sastra yang dikembangkan olehFreud ini dikenal dengan nama pendekatan
psikoloanalisis.
B.
Tahapan Perkembangan Kepribadian Menurut Freud
Menurut pandangan psikoanalitik yang jelaskan oleh Freud, struktur
kepribadian terdiri dari tiga sistem, yaitu : id, ego dan super ego. Ketiganya
adalah nama bagi proses-proses psikologis. Id adalah komponen Biologis, ego
adalah komponen psikologis, sedangkan super ego adalah komponen sosial.
Id adalah sistem kepribadian yang orisinil,kepribadian setiap orang hanya
terdiri dari Id ketika dilahirkan. Id bersifat tidak logis, amoral dan didorong
oleh satu kepentingan : memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan
asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari
kepribadian, tidak berfikir dan hanya menginginkan atau bertindak.
Ego memiliki kontak dengan duni eksternal dari kenyataan. Tuga utama ego
adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan
kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asas kenyataan, ego
berlaku realistis dan berpikir logis sertamerumuskan rencana, tindakan bagi
pemuasan kebutuhan.
Super ego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah
suatu tindakan itu baik atau buruk, benar atau salah. Super ego
mempresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakay yang
diajarkan orang tua kepada anak. Super ego berfungsi mengambat
impuls-impuls Id. Kemudian sebagai internalisasi standar-standar orang tua dan
masyarakat, super ego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman.
Imbalannya adalah perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukumannya
adalah perasaan berdosa dan rendah diri.
Dalam novel Cerita Cinta Enrico,
tokoh utama yang bernama Prastya Riska atau biasa dipanggil Enrico mengalami
hal tersebut. Ada kenangan dari masa kecilnya yang melibatkan keluarganya.
Apalagi sosok feminisme yang kuat dalam diri ibunya Enrico yang mempengaruhi
perkembangan kepribadian Enrico. Pernyataan ini dibuktikan dari mengamati
perjalanan hidup Enricosejak masa setelah dilahirkan hingga masa dewasanya.
Enrico tidak pernah lepas dari ingatan masa lalu dibuktikan dengan tiga peristiwa
penting, yaitu cinta pertama ada ibunya, pencarian jati diri, pertemuan dengan
cinta terakhir A.
C.
Tiga Masa Pembentuk Kepribadian Enrico
1.
Cinta Pertama Pada Ibunya
Enrico kecil lahir di hari dan kota
yang sama denagn pengumuman Deklarasi Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia yang dikenanalsebagai pemberontakan PRRI: Padang, 15 Februari
1958.(Halaman 12). Disalah satu Rumah Sakit Tentara Syrnie Masmirah sedang
mengejan untuk melahirkan anak keduanya ditemani Letda Muhamad Irsad suaminya.
Dua momen sekaligus yamg terjadi dalam keluarga tersebut yaitu pemberontakan
PRRI dan kelahiran anak mereka.
Semenjak masih dalam kandungan,
Syrnie begitu menyayangi anaknya tersebut, sampai harus berdebat panjang nama
apa yang akan diberikan untuk anaknya nanti. Syrnie begitu menginginkan anaknya
diberi nama Enrico, karena dia begitu mengagumi Enrico Caruso. Seorang penyanyi
yang mempunyai suara yang menggetarkan kalbu dan begitu mencintai ibunya.
Tetapi suaminya tidak setuju dengan nama itu. Dengan perdebatan yang panjang
dan Syrnie tetap pada pendiriannya akhirnya di setujui bahwa nama yang akan
diberikan adalah Prasetya Riksa degan panggilan sayang Rico. Enrico.
Sayang sekali kebahagiaan sangat
singakat bagi mereka, karena sekeluarga Syrnie, Sanda kakak Enrico, Enrico dan
Rah harus megikuti sang suami untuk bergerilya. Keadaan begitu susah pada saat
itu. Tetapi Syrnie sebagai wanita modern, pintar tetap setia mendampingi suaminya
bersama kedua anaknya walaupun keadaan Sanda tidak begitu baik. Dalam keadaan
bergerilya itu terjadilah kejadian yang nantinya kan mengakhiri pemberontakan
ini. Pasukan dari Ahmad Yani untuk menjemput Syrnie beseta kedua anaknya yang
nantinya akan dikembalikan ke Pulau Jawa dan tidak dilbatka dalam perang ini
dengan imbalan akan memberi perbekalan kepada pemberontak. Tetapi yang terjadi
malah Irsad menyerahkan dirinya kepada tentara dan melapaskan jabatannya demi
terus bersama keluarga.
Syrnie dengan tampilan yang necis
menggunakan rok motif bunga dan sepatu pantovel kebanggaannya berada disamping
suaminya untuk memberi semangat atas pengorbanannya dan dengan keanggunannya
mengembalikan harga diri ayah Enrico.
Hidup terus berlanjut, Enrico begitu
mengagumi sepatu pantovel ibunya, benda yang begitu cantik baginya. Apalagi
saat dipakai oleh ibunya, bagaikan dewi yang menjadi ibunya. Sejak kecil Enrico
suka menyemir sepatu ibunya, hal ini menjadi rutinitas sehari-harinya. Rasa
bangga dengan pipi merona apabila ibunya memberikan pujian atas pekerjaannya.
Hatinya akan berdebar-debar saat ibunya mengenakan pantovel itu dikakinya. Kaki
kokoh dengan betis penuh. Gagah menyangga seluruh bangunan tubuhnya, tidak seperti kakinya dan ayahnya yang kurus
bagai ceker-ayam.
Enrico merasa menjadi laki-laki
dewasa manakala mengantar ibunya ke pasar dan membantu sepenuhnya membawa
barang belanjaan ibu. Begitu bangganya dia melakukan itu untuk ibunya. Tak
pernah mengaku capek walaupun membawa barang berat. Enrico begitu mencintai
ibunya seperti seorang kekasih baginya. Bnagga dengan sosok ibunya yang begitu
modern dapi pada wanita lain disekitarnya. Tapi mereka kehilangan Sanda.
Diam-diam ibu memendam kesedihan
yang mendalam atas kematian Sanda kakanya. Ceritanya Sanda dan Enrico di bawah
ke pantai oleh ayah mereka walaupun Syrnie sudah memperingatkan angin pantai
tidak baik bagi Sanda. Alhasil malam harinya Sanda sesak napas dan meninggal
setelah itu. Menurut Syrnie, suaminya ikut ambil atas kematian anak mereka
membuat duka yang ia simpan dalam rongga dadanya berlipat ganda. Suatu hari datanglah Om Kashiar yang seorang
pengabar Saksi Yehuwa datang kerumah mereka dan memberi pencerahan untuk Syrnie
bahwa tidak lama lagi dunia akan kiamat dan ia akan bertemu dengan Sanda lagi.
Tentu saja Syrnie mempercayainya.
Mulai saat itu Syrnie pelan-pelan
berubah sifat dan kelakuannya. Enrico sadar bahwa kasih sayang, pujian yang
diberikan oleh ibunya tidak pernah tak dibebani kesedihan atas kematian
kakaknya. Ibunya mempunya dunia baru yang sangat berbeda dari sebelumnya:
menjadi tanpa senni dan keraguan.
2.
Pencarian Jati Diri
Ketika itu berumur tujuh tahun, hati dingin Syrnie ibunya semakin
menbuatnya kecewa. Kehadirannya sebagai anak tunggal tidak begitu membuat
ibunya bahagia. Enrico menjelma sebagai anak nakal, badan penuh luka, borok dan
tidak teratur, hal ini membuat Syrnie kecewa dan menyebut Enrico anak yang
nakal.
Namanya juga anak – anak yang beranjak remaja, Enrico juga membutuhkan
pengkuan dari sebuah kelompok. Maka dari itu Enrico mencoba untuk bergabung
dengan sebuah kelompok Anak - Anak Kolong. Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi agar dapat diterima sebagai kelompok Anak - Anak Kolong. Disini jiwa
Enrico sebagai anak laki – laki diuji. Dari sini Enrico merasakan pengalaman
pertama kalinya mencelikkan ‘burung’nya dan melakukan ‘inisiasi embot ayam’.
Tetapi yang membuat dirinya kecewa adalah saat dia gagal dalam ujian yang
ketiga. Kegagalan ini yang terus menghantui Enrico hingga beberapa saat.
Syrnie begitu kecewa karena anak satu –satu telah membuatnya sedih akan
kenakalannya. Padahal dilubuk hatinya, Enrico membutuhkan sedikit perhatian dan
pujian dari ibunya karena selama ini telah melakukan segala sesuatu yang
diperintahkan aya dan ibunya. Enrico ingin ibunya juga mengerti dunia anak laki
– laki yang biasa melakukan kenakalan.
Suatu saat ayah dan ibunya membawanya pergi ke Pulau Jawa untuk mengunjungi
nenek Kunti, yaitu ibu ayahnya Enrico. Pulau yang menurut khayalannya adalah
sebuah pulau yang disitu terdapat segalanya, tidak seperti ditempatnya tingga,
Padangl. Saat menginjakkan kaki di Jawa, Enrico begitu terpesoda akan segala
sesuatu yang ada di Jakarta, Yogyakarta, Kudus Semarang. Kenangan ini terus
membekas dihati dan pikiran Enrico.
Enrico remaja bercita – cita untuk melanjtkan pendidikan di ITB. Tekadnya
sudah bulat, ayahnya sudah mengizinkannya. Tapi masalah ada di Syrnie. Ibunya
tidak mengizinkan Enrico karena tidak ingin anaknya pergi jauh. Tapi Enrico
akan melakukan apapun agar dia bisa pergi dan mendapatkan kebebasan yang selalu
di dambakan. Enrico sampai harus dibaptis sebagai Saksi Yehuwa agar mendapatkan
izin dari ibunya. Tidak masalah bagi Enrico untuk dibaptis, walaupun dia
sendiri sudah lama tidak terlalu memperdulikan agama. Hal ini Enrico lakukan
agar dia bisa bebas pergi ke Bandung.
Setelah semua yang terjadi dan Enrico mengetahui bagaimana kehidupan ini,
Enrico tidak ingin menjadi orangyang selalu mentaati perintah orang. Seperti
halnya ibunya yang ingin Enrico menjadi anak yang selalu menurutu semua
keinginan orang tuanya. Enrico ingin menjadi orang bebas. Orang yang tidak
seperti ayam yang selalu menuruti majikannya. Hal inilah yang Enrico lakukan
saat dia berkuliah di ITB. Disaat rezim Soeharto berkuasa, dimana seluruh
bagian Indonesia ini dikendalikan oleh Soeharto. Enrico harus kecewak karena
kebebasan yang dia harapkan dengan masuk ITB sirna sudah, karena adanya Rezim
Soeharto telah menguasai wilayah ITB. Sirna sudah keinginanya menjadi manusia
ideal yang memperjuangkan cita – cita besar.
Rezim Soeharto telah memporak – porandakan kehidupan mahasiswa dengan
adanya penghapusan Dewan Mahasiswa dan
mahasiswa tidak diizinkan lagi mengorganisasi diri untuk mengkritik pemerintah.
Mahasiswa pada saat itu perlahan – lahan dibuat menjadi mahasiswa palsu.
Diibaratkan seperti perguruan tinggi menjadi peternak ayam – ayam leghron dan
broiler saja. Yaitu ayam – ayam palsu, yang tak punya kemauan, tak punya
kenakalan. Menjadi ayam yang punya karakter, tak punya keunikan individu
Enrico tidak ingin menjadi korban
rezim itu, menjadi orang yang selalu diam, menurutui semua perintah yang
diberikan. Enrico menjauhi hal – hal seperti itu. Enrico lebih memilih menjadi
individu yang bebas, karena dia begitu mencintai kebebasan.
3. Pertemuan
Dengan Cinta Terakhir A
Hasrat untuk merasakan dan mendapatkan kebebasan semakin meluap dalam diri Enrico.
Tak ingin menjadi seperti ayam boiler yang tak punya otak, tak punya keinginan,
yang hanya bisa mengangguk-anggukan kepala kepada majikannya. Membuat Enrico
hidup penuh dengan dengan kebebasan. Walaupun ibunya sebenarnya ingin
menjadikan Enrico sebagai anak yang baik dan penurut, tapi Enrico berbelok arah
tak menginginkan hidup seperti itu. Tak mempercayai agamapun tak masalah bagi
Enrico, baginya agama hanya sebagai penghalang kebebasannya. Penobatannya
sebagai Saksi Yehuwa tak pernah di hiraukan oleh Enrico, dia melakukannya hanya
untuk mendapatkan ijin dari ibunya untuk pergi ke Bandung dan ujungnya dia akan
mendapatkan kebebasan.
Ditambah lagi akibat dari rezim Soeharto, dimana mahasiswa dicetak untuk
menjadi seperti ayam boiler, cita-cita awal untuk menjadi sarjana yang dapat
mengembangkan daerahnya tidak pernah tercapai. Sudah pernah dicobanya bekerja
di tambang minyak. Tapi tetap saja bukan itu panggilan dalam diri Enrico. Ia
lebih memilih menjadi fotografer yang penuh kebebasan tanpa adanya diktat
aturan yang mengekangnya. Memang ini tujuan hidup yang sudah ditentukannya
sedari kecil yaitu menjadi orang bebas tanpa ada kekangangan.
Diumurnya yang ke empat puluh tahun, Enrico belum juga menikah. Baginya
pernikahan adalah suatu hal bodoh yang dilakaukan oleh seorang laki-laki. Untuk
apa menyerahkan hidup yang bebas kepada seorang wanita, yang nantinya akan
mempersulit hidupnya. Apalagi jika tujuannya untuk memiliki anak. Maka
kehidupan akan diatur dengan yang namanya kewajiban, yaitu kewajiban mengurus
istri dan anak. Tidak ada lagi kebebasan yang akan didapatnya apabila ia
mengikrarkan janji sehidup semati kepada wanita.
Tapi bukan berarti Enrico tidak membutuhkan wanita di sisinya. Wanita
selalu ada di sisinya tanpa Enrico meminta. Kecintaanya pada seorang ibu
membuatnya tak mungkin menyakiti jenis manusia seperti wanita. Kenakalan Enrico
bermain dengan wanita dibuktikannya semenjak umur lima belas tahun, saat ia
pertama kali mencumbui seorang teman wanita ketika masih berada di Padang.
Kenakalan tersebut terus berlanjut saat berkuliah di Bandung hingga menjadi
laki-laki dewasa seperti saat ini.
Kematian ayahnya, sedikit membuat hidupnya berubah. Tiada lagi orang yang
mempunyai hubungan darah lagi dengannya. Jadilah ia sebatang kara didunia yang
kejam ini, Sanda saudara perempuan meninggalkannya dengan kenangan yang teramat
sedikit. Berlanjut dengan wanita yang begitu dipuja dan mempesona, yaitu ibu
yang meninggalkannya akibat penyakit TBC dengan kenangan yang tak pernha ia
lupakan memakan setengah dari puting ibunya. Disusul dengan sang ayah yang
begitu ia hormati.
Hal ini menggoyahkan egonya yang begitu mencintai kebebasan. Enrico
didorong oleh alam bawah sadarnya bahwa ia membutuhkan sesosok wanita yang bisa
menemaninya hidupnya, di ranjang tanpa harus menutupi bahwa dia tidak pernah
disunat. Tuhan telah menetukan jalan
hidup Enrico untuk bertemu wanita yang bernama A. Wanita berusia tiga puluahan
yang entah mengapa menarik perhatian Enrico. Sudah dua tahun Enrico
memperhatikan A, tapi tuhan baru menunjukkan jalan baginya untuk dekat dengan
A. Hubungan mereka dimulai dari sebuah pekerjaan antara mereka berdua.
Berlanjut kesebuah hubunagn yang saling menguntungkan antaranya.
Enrico begitu tertarik pada A, tak seperti wanita lain. Dalam diri A, Enrico
seperti melihat diri ibunya yang menjelma menjadi A. Maynya yang begitu
menjunjung feminisme, berpendidikan, berperilaku layaknya wanita modern sebelum
datangnya Sang pemberi kabar. Begitu juga dengan A, baginya tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan wanita semuanya sejajar. Hal inilah yang membuat hubungan
Enrico dan A dapat berlanjut tanpa ada ikatan yang resmi.
Ya... tanpa ada ikatan pernikahan. Bagi mereka menikah atau tidak, tak akan
ada perubahan bagi hubungan mereka. Walaupun mereka memperdebatkan apakah
hubungan intim mereka akan mendatangkan dosa. Bagi A setiap manusia yang
dilahirkan sudahn mempunyai dosa, dan tidak hanya karena hubungan mereka yag
akan mendatangkan dosa. Walaupun Enrico mempunyai agama, tetapi sudah lama
sejak ibunya mulai berbah Enrico sudah tidak terlau percaya akan adanya Tuhan.
Hidup terus berlanjut hingga hubungan mereka berjalan cukup lama. Selama
itu banyak perubahan dalam diri Enrico karena kehadiran A. Enrico tak lagi
butuh orang lain, cukup A saja baginya. Kenangan akan May masih begitu melekat
dalam diri Enrco, sehingga mempengaruhi hubungannya dengan A. Bagi Enrico A
adalah ibu sekaligus wanita yang begitu dicintainya. Rasa kurang perhatian dan
kasih sayang oleh ibunya semenjak menjadi Saksi Yehuwa telah ia dapatkan
kembali dari A. Ego yang begitu mencintai kebebasab akhirnya bobol juga, dengan
keputusannya untuk memohon kepada A agar mau untuk melangsungkan pernikahan
dengannya. Selain itu, keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari May bahwa dia
adalah anak yang baik dan tidak nakal akhirnya ia dapatkan A.
D. PENUTUP
Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu
Utami menceritakan riwayat perjalan hidup sang tokoh Enrico yang memiliki
keunikan-keunikan tertentu. Berbagai
macam peristiwa dan kejadian yang terjadi dihidupnya dalam rentang waktu dari
bayi hingga mencapai usia kedewasaan yang matang. Berbagai macam peristiwa dan
kejadian itulah yang membuat kepribadian dan watak Enrico terbentuk. Jiwa
feminisme yang ada dalam diri ibunya juga turut begitu andil dalam pembentukan
kepribadian Enrico.
Tiga fase kehidupan Enrico yang
mempengaruhi kehidupan Enrico, yang pertama yaitu dari Enrico lahir smpai kira
– kira berumur tujuh tahun. Dimana pada masa – masa ini Enrico begitu
mengagumi, menyayangi dan mencintai Syrnie ibunya, sebelum Enrico mengetahui
bahwa cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Syrnie ibunya berat ebelah
karena Syyrnie begitu terpukul atas kematian anak pertamanya Sanda. Lalu fase
kedua, saat berusia tujuh hingga Enrico berkuliah. Inilah fase penting dalam
kehidupan Enrico. Pencarian jati diri terjadi pada fase ini. Apa yang
sebernarnya Enrico ingin dan cita – cita kan ia temukan dan wujudkan pada fase
ini. Mendapatkan kebebasan adalah salah satu hal yang paling Enrico cintai. Dan
yang terakhir, saat Enrico memulai kehidupnnya dengan menginjak usia empat
puluh tahun. Sebatang kara di dunia ini, membuatnya sedikit tersungkur dan
sedih. Keinginnan untuk mempunyai seorang pendamping wanita yang ia cintai dan
menerima apa adanyalah yang sangat Enrico dambakan. Dewi fortuna menghampirinya
ketika ia dipertemukan dengan seorang wanita yang bernama A yang nantinya akan
menjadi belahan jiwanya. Atas kehadiran A ini juga sedikit banyak mempengaruhi
perubahan sifat dan perilaku Enrico dalam hal yang positif dan menjadikannya
tidak terlalu mencintai dirinya sendiri.
Daftar
Pustaka
Utami, Ayu
2012 Cerita Cinta
Enrico. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).
Najid, Mohamad
2003 Mengenal Apresiasi
Prosa Fiksi: University Press
Freud, Simund
1984 Memperkenalkan
Psikoanalisa. Terjemahan K. Bertens. Jakarta:
Gramedia.
Lampiran
Judul : Cerita Cinta
Enrico
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan
Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit : Februari 2012
Sinopsis :
Tahun Terbit : Februari 2012
Sinopsis :
Enrico
merupakan seorang anak Lahir pada tanggal 15 februari 1958 di Padang. Dia lahir
bersamaan dengan sebuah pemberontakan di Padang, revolusi pemberontakan
yang dikenal dengan PRRI (Pemerintah Revolusi Republik Indonesia). Lahir dari
pasangan Muhamad Irsad, seorang Letnan yang bertugas di bagian keuangan. Ayah
Enrico tidak memiliki pilihan lain selain mendukung revolusi di Sumatra Barat.
Sang Ibu Syrnie Masmirah, yang baru saja melahirkannya, turut menyertai
suaminya masuk ke dalam hutan dan membawa serta kakak perempuan Enrico, Sanda.
Bentuk kaki Enrico di kemudian hari, bagi ayahnya, sama dengan bentuk revolusi
pemberontakan. Sebuah revolusi kaki kurus, pemberontakan kaki kurus,
sebagaimana bentuk kaki Enrico.
Enrico
kecil terlibat dalam kehidupan sebagai anak kolong. Kehidupan yang menimbulkan
konflik dengan ibunya sendiri. Sang ibu yang awalnya sangat ia banggakan karena
menurutnya sang ibu merupakan sosok permpuan yang modern dan ceria. Namun
semuanya pudar, ibunya menjadi seorang perempuan yang konservatif dan sering
kali menghukum Enrico karena ulahnya bersama anak kolong. Puncaknya, Syrnie
memutuskan untuk pindah rumah agar anaknya Enrico jauh dari teman-teman
kolongnya.
Enrico tidak tahan dengan perilaku
ibunya yang setiap hari mengatakan tentang hari kiamat. Sehingga Entico
menginginkan untuk terbebas dari ibunya, dan muncul lah keinginan Enrico untuk
pergi kuliah ke ITB. Tiket kuliah ke ITB harus Enrico tukar dengan pembaptisan
dirinya menjadi seorang saksi Yahuwe. Demikianlah Enrico yang memilih
kebebasannya, yang membawa dirinya pada sebuah lakon yang tidak pernah ia
sangka, bahwa dirinya akan menjadi seorang juru foto. Ya, fotografer. Bukan
seorang sarjana dari ITBTentang kisah cintanya, suatu hari Enrico menemukan
seorang gadis yang menurutnya cocok. Enrico berjumpa dengan A di Teater Utan
Kayu (TUK). A memang bukan satu–satunya wanita yang pernah ia singgahi. Sebelum
Enrico menjadi yatim piatu, ia memiliki banyak teman wanita, sekaligus teman
tidur siangnya. Awal kedekatan Enrico dengan A, saat A memintanya membuat
foto nude. Enrico yang saat itu sedang merindu kekasih, melihat A
seperti sosok ibunya.
Unsur Intrinsik
novel
- Tema : percintaan, keluarga, perjuangan,
feminisme
- Karakter
:
Tokoh Utama :
·
Prasetya Riksa (Enrico)
·
Syrnie Masmirah (May)
·
Letda Muhamad Irsad (Pay)
·
A (Ayu Utami)
- Setting
:
Tempat: Padang, Madura, Bandung (ITB), Jakarta, Bogor
Waktu : pagi, siang, malam
Suasana : mengharukan, menyenangkan, tegang, menegangkan - Plot :
Eksposisi : Enrico lahir saat terjadi peristiwa PRRI, dan Enrico hidup sebaai anak tentara dengan bebagai masalah. Selain itu Enrico merasakan kebahagiaan atas kasih sayang dari kedua orang tauanya.
Klimaks : Syrnie ibu Enrico mulai berubah sikap dan kepribadiannya. Dan Enrico mulai menjadi anak nakal, hal ini mempengaruhi sika ibu terhadapnya. Enrico ingin segera merasakan kebebasan yang akan dirasakannya apabila ia pergi berkuliah di Bandung ITB.
Falling Action : Hidup Enrico terus berlanjut, setelah kedua orang taunya meninggal dan umurnya yang menginjak empat puluh tahun Enrico baru menemukan seorang wanita belahan jiwanya, yaitu A. - Sudut
Pandang : orang pertama
- Amanat
: Hidup bagaikan judi, penuh akan pilihan. Itulah yang dilakukan Enrico.
Tinggal bagaimana kita bisa menang dalam pilihan yang kita pilih. Dan
bertanggung jawab atas pilihan kita beserta resikonya.
Hal – hal menarik :
v Novel yang tidak terlalu tebal
ini, mengejutkan saya karena menceritakan biografi kehidupan Enrico.
v Ayu Utami menulisnya sangat
menarik dan tidak membuat pembaca bosan.
v Ayu Utami sukses menceritakan
proses kehidupan Enrico dari bayi hingga menikah dengan teratur, tidak membuat
pembaca bingung.
v Dengan dibumbui cerita sejarah
Indonesia membuat novel ini menarik, tetapi tidak merusak cerita sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar